Minggu, 18 Mei 2014

Backpackeran ke Bali 9-12 Mei 2014 (3)

Jika belum baca Bagian Pertama dan Kedua, silakan klik di Bag. (1) atau di Bag. (2)

Hari ke-tiga ( 11 Mei 2014 )


Alhamdulillah, pagi itu kami bangun dengan badan segar bugar. Istirahat semalam benar-benar cukup membuat stamina kami pulih. Pk 07.00 kami check out dari penginapan di Nusa Dua setelah membayar Rp 130.000 untuk dua malam. Agenda kami pada hari ke-tiga adalah :
  • Masuk (lagi) tol Mandara lewat pintu gerbang Nusa Dua (kemarin lewat pintu   bundaran Ngurah Rai-Tuban) 
  • Silaturahim di mantan anak kost di rumah ane dulu (sudah seperti saudara sendiri gan) di kawasan Imam Bonjol 
  • Silaturahim ke saudara ane yang punya Toko Donat Madu Cihanjuang di Jl.Nusa Kambangan dekat dengan Erlangga I (salah satu pusat oleh-oleh murah di Bali)
  • Ke Tegallalang dan Museum Antonio Blanco (jika ada waktu) di Ubud
  • Melihat indahnya Jembatan Tukad Bangkung (konon jembatan ini adalah yang  tertinggi di Asia Tenggara dengan ketinggian 70 m lebih, panjang 360 m, dan lebar 9,6 m) 
  • Melihat terasering di Jatiluwih
  • Memancing di Bedugul 
  • Bermalam di saudara ane di Singaraja.

Pemandangan sepanjang perjalanan melalui tol Mandara lewat pintu gerbang Nusa Dua begitu mempesonakan. Di samping kanan jalan tampak puluhan kapal besar sedang berlabuh di pelabuhan Benoa. Lalu sesekali di atas kepala lewatlah si burung besi setelah take off dari Bandara Ngurah Rai. Begitu indahnya sehingga tidak salah jika tol Mandara ini ditetapkan sebagai tol terindah di dunia. 



Toko Donat Madu Cihanjuang Jl.NusaKambangan No.20 Denpasar

Perjalanan kami memakan waktu sekitar 20 menit dari Nusa Dua hingga kawasan Jl.Imam Bonjol Denpasar. Silaturahim yang pertama ini pun sukses, maksudnya ane tidak kesulitan menemukan lokasi target (ya iyalah... orang sebelum berangkat tadi sudah dijelaskan saat sms an big grin). Ane begitu tiba di rumahnya langsung disediain sarapan pagi gan (kebetulan banget --- tadi berangkatnya belum mampir warung  laughing). Lumajang, buat menghemat pengeluaran hehehe. Sekitar 45 menit bersilaturahim di Imam Bonjol, dari situ langsung meluncur ke saudara ane di Jl.Nusa Kambangan. Juga langsung disuguhi Donat Madu satu piring (Alhamdulillah dapet rejeki lagi big grin ). Maunya ga berlama-lama di sini, tapi sama saudara ane disuruh nunggu dibikinin donat yang fresh buat oleh-oleh ke Singaraja. Antara senang dan susah ane ga tega untuk menolak. Senangnya karena itu berarti ada yang ane bawa buat oleh-oleh buat keluarga di Singaraja, tanpa harus ngeluarin kocek sendiri. Susahnya karena itu berarti ane harus nunggu cukup lama, yaitu sekitar 2 jam untuk proses bikin donat. Padahal skedul ane padat hari itu.


Alhasil, pk 12.30 ane berangkat menuju Ubud setelah dibawain 2 kotak donat madu yang rasanya maknyus itu (ane sambil promosi gan laughing). Merasa waktu sudah sangat siang, sementara skedul ane baru tercapai tiga, ane melaju sekencang mungkin ke Ubud. Di Ubud ane tidak sempat menikmati kedamaian tempat itu, tidak juga menikmati indahnya terasering di Tegallalang, apalagi mengunjungi museum Antonio Blanco. Sama sekali tidak ada waktu lagi. Ane dah dua kali ke Tegallalang. Jadi saat ini ane di Ubud hanya lewat Jl.Raya Sayan saja terus ke utara menuju jembatan Tukad Bangkung di desa Plaga, kecamatan Petang. Setelah puluhan kilometer perjalanan dan nyampe di Ubud utara, ada keraguan dalam benak ane apa betul ini jalan ke Tukad Bangkung   confused. Segera ane berhenti untuk mengaktifkan GPS  dan mencari posisi Tukad Bangkung ataupun desa Plaga. Ternyata posisi Tukad Bangkung, desa Plaga, ataupun kecamatan Petang tidak terdeteksi.  Akhirnya ane tanya saja sama orang dekat situ. Tanya pertama kali ke anak-anak seusia 15 an tahun. Eh dianya balik bertanya ke temannya yang ternyata juga tidak tahu. Oh… alamak…. berarti masih sangat jauh, pikir ane. Bertanya lagi ke orang yang mau nyebrang jalan, ternyata betul gan, jembatan Tukad Bangkung masih sangat jauh dari situ. Ane harus nyampe Kintamani dulu (jalan ini lurus terus akan nyampe Kintamani) kemudian belok kiri menuju arah Singaraja, lalu belok kiri lagi ke arah desa Plaga. Bayangan ane ketika berangkat tadi desa Plaga tidak jauh dari Ubud dan ada jalan pintas dari Ubud ke Plaga. Ternyata oh ternyata…

Ane melirik ke arloji ane, dah hampir pk 15.00. Mau terus jelas tidak mungkin, Tukad Bangkung masih sangat jauh. Bisa-bisa magrib ane baru nyampe. Akhirnya ane putusin untuk balik, ambil arah yang berlawanan, lupakan Tukad Bangkung, ambil rute ke Jatiluwih. Dari GPS terlihat ada jalan pintas menuju Jl.Raya Denpasar-Singaraja. Jalan ini harus ane temukan dulu karena Jatiluwih ada di sebelah barat jalan ini dan masuk wilayah Baturiti, dekat Bedugul. Berdarah-darah ane mencari jalan pintas menuju Jl.Raya Denpasar-Singaraja ini. Sempat tersesat masuk ke pelosok desa (jalanan di Bali sebagian besar sudah hotmix an semua gan, walau di pelosok desa). Banyak sekali persimpangan jalan menuju Abiansemal (nama daerah terdekat dengan Jl.Raya Denpasar-Singaraja). Sementara GPS sering tidak akurat. Masak ane berhenti di tepi jalan, di peta panahnya berada di tengah pesawahan (GPSnya ikutan panik melihat ane panik gan laughing ). Akhirnya ane lebih banyak bertanya sama orang yang ane temui ketika sampai pada persimpangan jalan. Dan Alhamdulillah, setelah melewati tempat wisata Sangeh, ane belok kiri, sampailah kami di Jl.Raya Denpasar-Singaraja. Segera ane pacu motor karena hari semakin sore.



Setelah sempat bertanya sama petugas di SPBU sambil ngisi bensin, ane lanjutkan perjalanan menuju Jatiluwih. Sekitar 0.5 km dari SPBU ane lihat penunjuk panah ke Jatiluwih masih 18 km gan dengan berbelok kiri dari Jl.Raya Denpasar-Singaraja. Ane ikuti terus penunjuk jalan ini hingga sampailah kami di Jatiluwih! Hawa dingin menusuk pori-pori kulit langsung menyambut kami gan, manalagi cuaca sedang gerimis kecil. Maklum Jatiluwih punya ketinggian 700 dpl, jadi sering terjadi hujan lokal. Memasuki Jatiluwih, terdapat sebuah bangunan kecil di tepi jalan, sebuah loket tiket. Ane hampiri, namun mbak-mbak di situ malah mempersilakan kami jalan terus. Mungkin tiket hanya berlaku buat turing asing, sementara buat turis domestik gratis, begitu pikir ane. Sepanjang jalanan di Jatiluwih ane gantian sama Ipat jeprat-jepret hingga akhirnya sampailah kami pada monumen penghargaan dari UNESCO untuk terasering Jatiluwih. Ane sama Ipat berfoto sepuas-puasnya. Untuk dapetin foto yang bagus (menurut ane), ane harus ngasih arahan sama Ipat. Seringkali Ipat ane foto dulu sebagai contoh, lalu dia ganti yang foto ane mirip dengan contoh. Dengan begitu ane bisa dapetin foto yang sesuai dengan harapan ane. Kalo hasilnya goyang atau kurang bagus, Ipat ane suruh ngulangi lagi. Pokoknya ane berlaku seperti sutradara dan fotografer profesional lah hehehe… sori, Pat!

Pemandangan terasering Jatiluwih

Udaranya suegerr gan...


Inilah monumen penghargaan dari UNESCO itu!


             Waktu sudah menunjukkan hampir pk 17.00 saat kami meninggalkan Jatiluwih menuju Bedugul. Terang saja nyampe Bedugul hari sudah gelap dan tidak mungkin lagi ane masuk ke dalam, apalagi mancing. Bisa-bisa malah mancing perkara kalo ane memaksakan diri masuk ke lokasi Pura Ulundanu hehehe. Biarlah mungkin lain waktu ane bisa mancing lagi di Bedugul seperti yang ane lakukan ketika backpackeran sebelumnya. Jadinya ane sama Ipat hanya menikmati Bedugul dengan semangkuk bakso telor langganan ane di tempat itu (warung bakso yang tepat berada di sebelah pintu masuk Hotel Ashram), secangkir kopi, dan sebatang rokok (Ipat nawarin rokok terus ke ane yang akhirnya membuat ane tergoda, padahal ane sudah berhenti dari rokok). 

Bakso telur khas Bedugul

            Istirahat sekitar 30 menit, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Singaraja. Jalanan yang gelap di tambah medan yang berkelok-kelok (mungkin ada lebih dari 30 kelokan tajam) di pegunungan Bedugul membuat kami sangat hati-hati berkendara. Dua kali ane nyaris celaka di lintasan ini beberapa waktu yang lalu, sehingga ane harus konsentrasi penuh setiap kali lewat jalanan licin ini. Sekitar pukul 19.30 sampailah kami di Singaraja. Kediaman saudara ane yang menjadi tujuan di kota ini. Disinilah ane merasakan kesedihan yang mendalam gan. Kakak ane meninggal dua bulanan yang lalu disini, dengan meninggalkan tiga keponakan ane dan suaminya. Ane betul-betul merasakan duka yang mendalam waktu itu, karena kepergian kakak ane untuk menyusul kepergian ibunda ane tepat di tujuh minggu meninggalnya almarhumah ibunda kami. Kakak ane terkena stroke untuk yang kedua kalinya. Seminggu sebelum meninggal masih sempat ke Jawa untuk mengikuti doa bersama keluarga di 40 harinya ibunda. Sebenarnya kondisi kakak ane terus membaik setelah jatuh stroke yang pertama pada saat lebaran tahun yang lalu. Dari tidak bisa jalan, akhirnya bisa jalan bahkan naik motor untuk ngajar kembali di SMAN 2 Singaraja. Dari tidak bisa menggerakkan tangan kanan, hingga bisa menulis lagi walau belum pulih 100 persen. Namun di tengah kondisi yang terus membaik, takdir berkata lain. Kakak ane dipanggil sama Allah SWT dalam usia 49 tahun. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun

bersambung ke Bag.(4-Tamat)





2 komentar:

  1. Turut berduka cita, gan, atas kesedihan ente. Semoga kakak ente damai di sana. Aamiin.

    BalasHapus