Senin, 19 Mei 2014

Backpackeran ke Bali 9-12 Mei 2014 (4-Tamat)

Jika belum membaca bagian sebelumnya, silakan baca Bag.(1), Bag.(2), atau Bag.(3)

Hari ke-empat ( 12 Mei 2014 )


Ane nginep semalam di tempat kakak ane, gan. Keesokan harinya, setelah doa di makam kakak ane dan sholat Dluhur siang itu, ane berencana balik ke Jawa. Ketika memasuki waktu Dluhur, ane sempetin sholat di masjid Jamik Singaraja. Ane sering ke situ gan kalo pas di Singaraja. Di Masjid kebanggaan muslim Singaraja itu, suasana terasa damai gan. Selepas sholat Dluhur, ane sama Ipat mampir di warung bakso mie depan masjid tersebut. Cukup ramai pembeli siang itu. Ane pesan mie bakso meteor sama air putih gan, sedang si Ipat bakso meteor sama es jeruk. Berdua habis Rp 21.000. 

Mie Bakso Meteor pesenan ane gan ...

         Setelah pamitan sekitar pk 13.00 ane bertolak dari Singaraja menuju Jawa. Di perjalanan ane sempat singgah di pantai Lovina, yang berlokasi tidak jauh dari jalan raya Singaraja – Seririt. Tempat wisata ini terkenal karena lumba-lumbanya. Ane sempat ditawari untuk menyaksikan lumba-lumba dengan berperahu di tengah laut dengan biaya Rp60.000 per orang selama sekitar 2 jam oleh para penjual jasa di situ. Namun ane tolak halus. Ane langsung menuju ke dermaga untuk jeprat-jepret seperti biasa sama Ipat.

Pantai Lovina

Deretan perahu nelayan yang digunakan untuk mengantarkan
pengunjung menyaksikan lumba-lumba

Setelah membayar retribusi parkir seribu rupiah, kami langsung cabut dari Lovina. Sekitar 45 km perjalanan dari Lovina, kami istirahat sejenak di Pulaki. Di sini terdapat Pura Pulaki yang menghadap ke laut dan cukup ramai dikunjungi umat Hindu untuk sembahyang. Pemandangan yang eksotik dan menawan membuat banyak pengendara baik motor, mobil pribadi, maupun bus-bus pariwisata berhenti di tepian sekedar untuk rehat barang 15-20 menit. Setiap ane ke Singaraja selalu ane sempatkan berhenti di sini gan, untuk beristirahat sambil menikmati bakso yang banyak dijual di sepanjang pantai ini.


Pemandangan di depan Pura Pulaki
Cocok buat rehat sejenak


         Kondisi tubuh yang sudah cukup fresh setelah beristirahat sebentar di Pulaki, lalu kami melanjutkan lagi perjalanan menuju Gilimanuk. Perjalanan masih sekitar 35 km lagi untuk sampai di penyeberangan Gilimanuk. Karena jalanan cukup lengang ditambah kondisi jalannya aspal hotmix, kami melaju cukup kencang hingga 100 km/jam. Dan tibalah kami di Gilimanuk sekitar pk 16.00. Perjalanan dilanjutkan dengan fery sekitar satu jam dengan tiket seharga Rp19.000 + Rp 1000 (dikemplang lagi sama petugas loket ganangry), dan akhirnya sampailah kami kembali di Pulau Jawa. 


Pemandangan Pelabuhan Ketapang sore itu



Demikianlah catatan perjalanan backpackeran kami di Pulau Dewata 9-12 Mei 2014.


T A M A T


Thanks to :
  • -          Allah SWT atas segala karuniaNya,
  • -          Ipat untuk jeprat-jepretnya
  • -          Bang Jossin untuk makan malamnya
  • -          Bli Kris dan Kang Yu untuk kebersamaannya
  • -          Mas Nur buat sarapan paginya
  • -          Bulek Anis buat oleh-oleh donat madunya
  • -          Tukang bensin dan orang-orang yang ketemu di jalan buat nunjukin arah
  • -     Keluarga Singaraja buat sambutannya







Minggu, 18 Mei 2014

Backpackeran ke Bali 9-12 Mei 2014 (3)

Jika belum baca Bagian Pertama dan Kedua, silakan klik di Bag. (1) atau di Bag. (2)

Hari ke-tiga ( 11 Mei 2014 )


Alhamdulillah, pagi itu kami bangun dengan badan segar bugar. Istirahat semalam benar-benar cukup membuat stamina kami pulih. Pk 07.00 kami check out dari penginapan di Nusa Dua setelah membayar Rp 130.000 untuk dua malam. Agenda kami pada hari ke-tiga adalah :
  • Masuk (lagi) tol Mandara lewat pintu gerbang Nusa Dua (kemarin lewat pintu   bundaran Ngurah Rai-Tuban) 
  • Silaturahim di mantan anak kost di rumah ane dulu (sudah seperti saudara sendiri gan) di kawasan Imam Bonjol 
  • Silaturahim ke saudara ane yang punya Toko Donat Madu Cihanjuang di Jl.Nusa Kambangan dekat dengan Erlangga I (salah satu pusat oleh-oleh murah di Bali)
  • Ke Tegallalang dan Museum Antonio Blanco (jika ada waktu) di Ubud
  • Melihat indahnya Jembatan Tukad Bangkung (konon jembatan ini adalah yang  tertinggi di Asia Tenggara dengan ketinggian 70 m lebih, panjang 360 m, dan lebar 9,6 m) 
  • Melihat terasering di Jatiluwih
  • Memancing di Bedugul 
  • Bermalam di saudara ane di Singaraja.

Pemandangan sepanjang perjalanan melalui tol Mandara lewat pintu gerbang Nusa Dua begitu mempesonakan. Di samping kanan jalan tampak puluhan kapal besar sedang berlabuh di pelabuhan Benoa. Lalu sesekali di atas kepala lewatlah si burung besi setelah take off dari Bandara Ngurah Rai. Begitu indahnya sehingga tidak salah jika tol Mandara ini ditetapkan sebagai tol terindah di dunia. 



Toko Donat Madu Cihanjuang Jl.NusaKambangan No.20 Denpasar

Perjalanan kami memakan waktu sekitar 20 menit dari Nusa Dua hingga kawasan Jl.Imam Bonjol Denpasar. Silaturahim yang pertama ini pun sukses, maksudnya ane tidak kesulitan menemukan lokasi target (ya iyalah... orang sebelum berangkat tadi sudah dijelaskan saat sms an big grin). Ane begitu tiba di rumahnya langsung disediain sarapan pagi gan (kebetulan banget --- tadi berangkatnya belum mampir warung  laughing). Lumajang, buat menghemat pengeluaran hehehe. Sekitar 45 menit bersilaturahim di Imam Bonjol, dari situ langsung meluncur ke saudara ane di Jl.Nusa Kambangan. Juga langsung disuguhi Donat Madu satu piring (Alhamdulillah dapet rejeki lagi big grin ). Maunya ga berlama-lama di sini, tapi sama saudara ane disuruh nunggu dibikinin donat yang fresh buat oleh-oleh ke Singaraja. Antara senang dan susah ane ga tega untuk menolak. Senangnya karena itu berarti ada yang ane bawa buat oleh-oleh buat keluarga di Singaraja, tanpa harus ngeluarin kocek sendiri. Susahnya karena itu berarti ane harus nunggu cukup lama, yaitu sekitar 2 jam untuk proses bikin donat. Padahal skedul ane padat hari itu.


Alhasil, pk 12.30 ane berangkat menuju Ubud setelah dibawain 2 kotak donat madu yang rasanya maknyus itu (ane sambil promosi gan laughing). Merasa waktu sudah sangat siang, sementara skedul ane baru tercapai tiga, ane melaju sekencang mungkin ke Ubud. Di Ubud ane tidak sempat menikmati kedamaian tempat itu, tidak juga menikmati indahnya terasering di Tegallalang, apalagi mengunjungi museum Antonio Blanco. Sama sekali tidak ada waktu lagi. Ane dah dua kali ke Tegallalang. Jadi saat ini ane di Ubud hanya lewat Jl.Raya Sayan saja terus ke utara menuju jembatan Tukad Bangkung di desa Plaga, kecamatan Petang. Setelah puluhan kilometer perjalanan dan nyampe di Ubud utara, ada keraguan dalam benak ane apa betul ini jalan ke Tukad Bangkung   confused. Segera ane berhenti untuk mengaktifkan GPS  dan mencari posisi Tukad Bangkung ataupun desa Plaga. Ternyata posisi Tukad Bangkung, desa Plaga, ataupun kecamatan Petang tidak terdeteksi.  Akhirnya ane tanya saja sama orang dekat situ. Tanya pertama kali ke anak-anak seusia 15 an tahun. Eh dianya balik bertanya ke temannya yang ternyata juga tidak tahu. Oh… alamak…. berarti masih sangat jauh, pikir ane. Bertanya lagi ke orang yang mau nyebrang jalan, ternyata betul gan, jembatan Tukad Bangkung masih sangat jauh dari situ. Ane harus nyampe Kintamani dulu (jalan ini lurus terus akan nyampe Kintamani) kemudian belok kiri menuju arah Singaraja, lalu belok kiri lagi ke arah desa Plaga. Bayangan ane ketika berangkat tadi desa Plaga tidak jauh dari Ubud dan ada jalan pintas dari Ubud ke Plaga. Ternyata oh ternyata…

Ane melirik ke arloji ane, dah hampir pk 15.00. Mau terus jelas tidak mungkin, Tukad Bangkung masih sangat jauh. Bisa-bisa magrib ane baru nyampe. Akhirnya ane putusin untuk balik, ambil arah yang berlawanan, lupakan Tukad Bangkung, ambil rute ke Jatiluwih. Dari GPS terlihat ada jalan pintas menuju Jl.Raya Denpasar-Singaraja. Jalan ini harus ane temukan dulu karena Jatiluwih ada di sebelah barat jalan ini dan masuk wilayah Baturiti, dekat Bedugul. Berdarah-darah ane mencari jalan pintas menuju Jl.Raya Denpasar-Singaraja ini. Sempat tersesat masuk ke pelosok desa (jalanan di Bali sebagian besar sudah hotmix an semua gan, walau di pelosok desa). Banyak sekali persimpangan jalan menuju Abiansemal (nama daerah terdekat dengan Jl.Raya Denpasar-Singaraja). Sementara GPS sering tidak akurat. Masak ane berhenti di tepi jalan, di peta panahnya berada di tengah pesawahan (GPSnya ikutan panik melihat ane panik gan laughing ). Akhirnya ane lebih banyak bertanya sama orang yang ane temui ketika sampai pada persimpangan jalan. Dan Alhamdulillah, setelah melewati tempat wisata Sangeh, ane belok kiri, sampailah kami di Jl.Raya Denpasar-Singaraja. Segera ane pacu motor karena hari semakin sore.



Setelah sempat bertanya sama petugas di SPBU sambil ngisi bensin, ane lanjutkan perjalanan menuju Jatiluwih. Sekitar 0.5 km dari SPBU ane lihat penunjuk panah ke Jatiluwih masih 18 km gan dengan berbelok kiri dari Jl.Raya Denpasar-Singaraja. Ane ikuti terus penunjuk jalan ini hingga sampailah kami di Jatiluwih! Hawa dingin menusuk pori-pori kulit langsung menyambut kami gan, manalagi cuaca sedang gerimis kecil. Maklum Jatiluwih punya ketinggian 700 dpl, jadi sering terjadi hujan lokal. Memasuki Jatiluwih, terdapat sebuah bangunan kecil di tepi jalan, sebuah loket tiket. Ane hampiri, namun mbak-mbak di situ malah mempersilakan kami jalan terus. Mungkin tiket hanya berlaku buat turing asing, sementara buat turis domestik gratis, begitu pikir ane. Sepanjang jalanan di Jatiluwih ane gantian sama Ipat jeprat-jepret hingga akhirnya sampailah kami pada monumen penghargaan dari UNESCO untuk terasering Jatiluwih. Ane sama Ipat berfoto sepuas-puasnya. Untuk dapetin foto yang bagus (menurut ane), ane harus ngasih arahan sama Ipat. Seringkali Ipat ane foto dulu sebagai contoh, lalu dia ganti yang foto ane mirip dengan contoh. Dengan begitu ane bisa dapetin foto yang sesuai dengan harapan ane. Kalo hasilnya goyang atau kurang bagus, Ipat ane suruh ngulangi lagi. Pokoknya ane berlaku seperti sutradara dan fotografer profesional lah hehehe… sori, Pat!

Pemandangan terasering Jatiluwih

Udaranya suegerr gan...


Inilah monumen penghargaan dari UNESCO itu!


             Waktu sudah menunjukkan hampir pk 17.00 saat kami meninggalkan Jatiluwih menuju Bedugul. Terang saja nyampe Bedugul hari sudah gelap dan tidak mungkin lagi ane masuk ke dalam, apalagi mancing. Bisa-bisa malah mancing perkara kalo ane memaksakan diri masuk ke lokasi Pura Ulundanu hehehe. Biarlah mungkin lain waktu ane bisa mancing lagi di Bedugul seperti yang ane lakukan ketika backpackeran sebelumnya. Jadinya ane sama Ipat hanya menikmati Bedugul dengan semangkuk bakso telor langganan ane di tempat itu (warung bakso yang tepat berada di sebelah pintu masuk Hotel Ashram), secangkir kopi, dan sebatang rokok (Ipat nawarin rokok terus ke ane yang akhirnya membuat ane tergoda, padahal ane sudah berhenti dari rokok). 

Bakso telur khas Bedugul

            Istirahat sekitar 30 menit, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Singaraja. Jalanan yang gelap di tambah medan yang berkelok-kelok (mungkin ada lebih dari 30 kelokan tajam) di pegunungan Bedugul membuat kami sangat hati-hati berkendara. Dua kali ane nyaris celaka di lintasan ini beberapa waktu yang lalu, sehingga ane harus konsentrasi penuh setiap kali lewat jalanan licin ini. Sekitar pukul 19.30 sampailah kami di Singaraja. Kediaman saudara ane yang menjadi tujuan di kota ini. Disinilah ane merasakan kesedihan yang mendalam gan. Kakak ane meninggal dua bulanan yang lalu disini, dengan meninggalkan tiga keponakan ane dan suaminya. Ane betul-betul merasakan duka yang mendalam waktu itu, karena kepergian kakak ane untuk menyusul kepergian ibunda ane tepat di tujuh minggu meninggalnya almarhumah ibunda kami. Kakak ane terkena stroke untuk yang kedua kalinya. Seminggu sebelum meninggal masih sempat ke Jawa untuk mengikuti doa bersama keluarga di 40 harinya ibunda. Sebenarnya kondisi kakak ane terus membaik setelah jatuh stroke yang pertama pada saat lebaran tahun yang lalu. Dari tidak bisa jalan, akhirnya bisa jalan bahkan naik motor untuk ngajar kembali di SMAN 2 Singaraja. Dari tidak bisa menggerakkan tangan kanan, hingga bisa menulis lagi walau belum pulih 100 persen. Namun di tengah kondisi yang terus membaik, takdir berkata lain. Kakak ane dipanggil sama Allah SWT dalam usia 49 tahun. Inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun

bersambung ke Bag.(4-Tamat)





Sabtu, 17 Mei 2014

Backpackeran ke Bali 9-12 Mei 2014 (2)

Jika belum baca bagian sebelumnya, silakan baca  Bag.(1)

Hari ke-dua ( 10 Mei 2014 )

Rasa lelah yang luar biasa setelah menempuh perjalanan seharian kemarin membuat kami bermalas-malasan bangun pagi itu. Rencana semula pk 7.00 pagi kami berangkat menjelajah tempat-tempat wisata sekitar Nusa Dua. Namun baru pk 9.30, setelah sarapan di warung Jawa terdekat, kami baru mulai berangkat menuju ke Pandawa Beach, tujuan pertama hari itu. Karena Ipat kurang piawai mengendarai motor, ditambah dia tidak pernah jelajah Bali sebelumnya, maka seperti hari pertama, Ipat cuman duduk manis di boncengan. Buat ane tidak masalah. Ipat punya waktu buat nemenin ane backpackeran kali ini aja sudah Alhamdulillah. Dan planning kami hari kedua itu adalah ke Pandawa Beach, Uluwatu, Dream land, lalu ke Sanur buat gowes menyusuri pantai, lanjut ke Kuta buat liat sunset, dan terakhir buat reunian sama temen-temen SMA juga temen-temen kuliah ane dulu. Ane agak pesimis semua itu bisa tercapai mengingat berangkat kami yang sudah cukup siang.


          Perjalanan ane ke pantai Pandawa cukup lancar. Mengikuti terus penunjuk jalan dan filing dari peta yang ane baca sebelum berangkat tadi menghindarkan ane dari salah jalan. Sekitar 30 menit perjalanan sampailah kami di Pandawa Beach. Ane terkagum-kagum melihat pemandangan bukit batu yang dikepras menjadi jalanan menuju pantai. Ciamik banget pantai ini  thumbs up. Entah berapa banyak jeprat-jepret yang kami buat di tempat ini. Pengunjung yang lain juga sama, melakukan foto-foto dari sudut yang berbeda-beda, semuanya bagus. Suasana cukup ramai siang itu, walau musim liburan sebenarnya belum tiba. Cukup banyak rombongan siswa dari berbagai sekolah di Jawa. Itu terlihat dari plat bus di area parkir.


           
Pantai Pandawa, dilihat dari atas tebing 


Ipat sedang mejeng

Ane di depan patung Dewi Kunti

Pantai Pandawa yang ramai di siang terik itu


            Tidak banyak yang kami lakukan setelah turun di pantai Pandawa. Sekedar jalan-jalan menyusuri pantai yang dipenuhi oleh deretan payung merah. Sesekali kami pun ditawari oleh penjual jasa payung untuk berteduh, namun kami tolak dengan halus karena kami tidak berlama-lama di sini. Habis foto-foto sebentar  di pantai yang berpasir gotri, kami pun langsung menuju parkiran dan siap cabut. Namun ane pengen foto lagi di depan patung Arjuna di jalan masuk pantai gan. Soalnya waktu kami baru tiba tadi fotonya di depan patung Dewi Kunti. Masak cowok di depan patung cewek sih, kan ga macho hehehe. Jadi yang kedua ini ane sempatin sama Ipat berfoto di depan patung Arjuna, biar kelihatan gagah gitu segagah Arjuna jiakakak…. Arjuna mencari cinta kali  laughing.



Nyempatin foto di patung Arjuna

Perjalanan menuju tempat kedua yaitu Uluwatu, tidak mengalami hambatan yang berarti walau kami sempat salah jalan karena di salah satu pertigaan tidak terdapat penunjuk jalan yang ke Uluwatu. Mestinya belok kanan, kami belok kiri. Setelah 200 meteran berlalu nampaklah sebuah penunjuk jalan, ternyata ini jalan ke pantai Green Bowl (Bali Cliff), bukan ke Uluwatu tujuan kami. Akhirnya ane balik lagi ambil arah yang ke kanan di pertigaan tadi. Sekitar 20 menit berikutnya sampailah ane di Uluwatu. Yang agak aneh, di tempat wisata ini banyak papan penunjuk berbahasa China (di tempat-tempat wisata lain umumnya adalah bahasa Inggris). Dan mayoritas pengunjungnya memang orang Chinese siang itu. Ane fikir, mungkin karena Pura Luhur Uluwatu adalah juga tempat suci buat mereka.
          
        Di sebuah artshop ane lihat serombongan bule beramai-ramai mencoba tutup kepala yang terbuat dari anyaman bambu. Kalo di Jawa, tutup kepala ini biasa dipakai oleh petani yang sedang kerja di sawah. Mereka tampak asyik mencoba satu per satu tutup kepala diiringi tawa oleh teman-teman serombongannya. Mungkin mereka merasa aneh dan lucu melihat bentuk kerucut topi ini. Setelah membayar dan berfoto ria diiringi gelak tawa, mereka buyar menuju parkiran untuk cabut. Ane tersenyum geli melihat mereka, persis seperti tetangga ane kalo berangkat ke sawah hehehe.




Bule di Uluwatu : Mau berangkat ke sawah ya mas...big grin


          Ane sama Ipat bergegas masuk area pura Uluwatu setelah membayar Rp20.000 di loket. Dua helai selendang kuning diberikan petugas ke kami yang wajib dipakai selama masuk area suci mereka. Tampak banyak monyet berkeliaran di sekitar area pura membuat pengunjung harus waspada dengan barang bawaannya. Jangan sampai lengah jika tidak ingin dibawa lari si monyet. Waktu itu ada seorang pengunjung yang sandal anaknya dibawa lari si monyet. Setelah minta bantuan ke pawang yang ada disitu, sang monyetpun menyerahkan sandal anaknya  thumbs up.



Beautiful Uluwatu

Ipat di tangga Pura Luhur Uluwatu



Nah, saat ane jeprat-jepret di Uluwatu sambil menikmati sejuknya udara di bawah pepohonan, ane sempat berpapasan sama cewek yang tadi ketemu di Pandawa Beach (cewek yang ikut kejepret tidak sengaja di foto ketiga Pandawa Beach). “Lho, ini kan mas yang foto-foto di Pandawa tadi”, bisiknya ke teman cowoknya sambil melirik ke ane. “Iya, mbak, ngapaian juga ngikutin ane kesini”, fikir ane tongue . Kami pun bergegas ke parkiran dan langsung cabut menuju Sanur. Rencana semula ke Dreamland setelah dari Uluwatu ane urungkan, mungkin lain waktu saja. Cuaca sangat panas dan waktu sudah lewat pk 13.00.

Perjalanan ke Sanur sengaja ane lewat tol Mandara. Ane ingin merasakan sensasi naik motor di atas laut, walau sebenarnya ane juga pernah bersepeda ria lewat jembatan Suramadu ketika ikut funbike Bangkalan-Surabaya empat tahun yang lalu. Namun pemandangan di tol Mandara di sini jelas beda. Memasuki pintu gerbang tol, di sisi kiri akan tampak café terapung dengan background pepohonan bakau. Rame juga pengunjungnya waktu itu. Alunan live music menambah semaraknya suasana di siang itu   . 




Cafe apung di sisi kiri pintu tol Mandara


Pintu tol Mandara dari arah Bypass Ngurah Rai Tuban



Keluar dari tol Mandara dengan tiket Rp4000 untuk motor itu, kami langsung meluncur ke Sanur. Sebelum turun ke pantai kami sempatkan mampir ke masjid Al Ihsan di kawasan Inna Grand Bali Beach hotel untuk ‘absensi’ dan istirahat sejenak. Sekitar pk 15.15 kami langsung menuju parkiran motor, lalu cari sewaan sepeda yang berjejeran di dekat pintu masuk Sanur. Masuk pantainya sendiri gratis, hanya dikenai Rp 2000 untuk parkir motor. Sedang untuk sewa sepeda cukup murah, yaitu Rp 5000 perjam dengan jaminan KTP. Ane sama Ipat sewa sendiri-sendiri (kalo boncengan ya bisa mabuklah…capek boss…d'oh).

Ngegowes menyusuri jalanan paving di tepi pantai adalah kegemaran ane kalo ke Sanur. Ke tempat ini setidaknya ane sudah lima kali. Asyik betul menyusuri jalanan tepi pantai ini. Pemandangan di satu sisi adalah laut (sunrisenya di pagi hari betul-betul mantaff bokk…), sisi satunya lagi adalah hotel-hotel berbintang yang rata-rata menyediakan kolam renang tepi pantai dengan alunan musik tradional Bali. Sesekali mata yang nakal melirik ke arah kolam renang, kali aja ada bidadari cantik sedang mandi di situ huahua….eh enggak ding…sekedar melihat tukang gamelan Balinya mainkan musik di tepian kolam  laughing




Asyik banget gowes sejauh 3 km menyusuri jalanan paving


Sekitar pukul 16.30 ane bertolak ke kawasan Monang-Maning menuju domisili teman SMA ane dulu yang sekarang punya usaha desain grafis dan sablon “Jossin”. Rencana yang semula ke Kuta setelah dari Sanur ane batalin. Mau nekat ke Kuta melihat sunset ane ragu akan waktunya, nutut apa ngga karena jarak Sanur ke Kuta cukup jauh, belum lagi ditambah macetnya di jalanan Kuta saat Sabtu sore gini. Padahal saat itu matahari yang mulai turun di barat terlihat bulat memerah dari ketinggian jalanan kota Denpasar. Jelas bagus sunset di Kuta sore itu karena di langit tidak terlihat awan menghalangi. Ane sendiri sudah pernah menyaksikan bagusnya sunset Kuta ketika pertama kali kesono gan. Sedangkan ketika backpackeran beberapa waktu yang lalu ane juga gagal melihat indahnya sunset karena terhalang mendung. Setidaknya ane sudah lima kali melihat sunset di Kuta.

           Malam minggu itu ane betul-betul manfaatin buat reunian dengan teman-teman sekolah dan kuliah dulu gan. Kita ketemuan di Circle-K depan Tiara Monang-Maning sampai malam. Ngobrol ngalor ngidul karena dah lama ga ketemu. Jadi ada 2 teman sma dan 2 temen kuliah di reunian itu, ngobrol dengan dua dimensi berbeda. Tapi ane bisa nyatukan obrolan kita kok. Malah buat mereka bisa nambah persaudaraan  thumbs up .




Reuni sama temen-temen kuliah dulu


Ane, Jossin, Ipat : Sesama tukang grafis


       Lepas pk 22.00 kami bertolak kembali ke penginepan di Nusa Dua. Sebenarnya menurut skedul, malam Minggu itu kami ingin nginep di Losmen Arthawan, atau hotel mana saja yang ada kamar kosong di kawasan Kuta. Pengen merasakan suasana Kuta di malam dan pagi hari. Namun karena bawaan kami ada di Nusa Dua ya terpaksa malam kedua ini nginep di situ lagi. Untuk penginepan ane, salah satu enaknya adalah itungannya 24 jam per hari. Ane tadi malam sekitar pk 10 check in, jadi kalo check out malam ini ya tetep diitung satu hari. Namun dari Nusa Dua check out jam segitu lalu nyari penginepan di Kuta, jelas akan menguras stamina kami.

bersambung ke Bag.(3)

Jumat, 16 Mei 2014

Backpackeran ke Bali 9-12 Mei 2014 (1)


Melancong ke Bali, buat ane ini bukan pengalaman yang pertama. Mungkin pengalaman yang ke sekian belas kali, maklum ane tinggalnya di ujung timur Pulau Jawa dan punya saudara di Bali, jadi tinggal nyebrang laut dah nyampe Pulau Dewata. Namun, walaupun sudah sangat sering ke Bali bukan berarti semua tempat wisata pernah ane kunjungi. Bali teramat banyak memiliki tempat eksotis, sehingga butuh waktu yang panjang untuk mengunjungi semua itu. Juga baru kali ini pula ane tergerak untuk menuliskan pengalaman ane menjelajah Pulau Dewata di blog tercinta ini. Itung-itung buat belajar nulislah. Terus terang ane agak males soal tulis-menulis. Pekerjaan yang seabreg di tempat kerja sering kali menjadi alasan ane enggan menulis (sieh...sok sibuk bangetlah big grin).

Oke lanjut….

Hari ke-satu ( 9 Mei 2014 )

Hari itu ane berdua sama temen ane, sebut saja namanya Ipat (nama aslinya Fatkurrohman, biasa dipanggil Ipat), temen ane S3 (SD,SMP,SMA hehe) bertolak ke pulau Dewata setelah ada rencana seminggu sebelumnya. Kegiatan di sekolah ane yang sudah selesai untuk kelas XII nya membuat ane banyak waktu kosong. Itulah ‘barokah’nya kalo ngajar kelas XII SMA. Sehingga mumpung masih longgar kegiatan di sekolah ane manfaatin buat refreshing ke Bali. Tidak sedikitpun rasa bosan, walaupun ane sudah belasan kali ke sana. Buat ane, Bali begitu menarik dan cantik banget alamnya. Jarak antara tempat wisata yang satu dengan yang lainnya tidak berjauhan, sehingga banyak sekali tempat yang bisa dikunjungi dalam waktu sehari saja.

Berangkat dari kota kelahiran ane, Genteng-Banyuwangi, sekitar pk 10.00 WIB langsung meluncur ke Pelabuhan Ketapang. Sebenarnya ane pingin berangkat lebih pagi lagi supaya agak santai di perjalanan, namun karena sesuatu hal berangkat ane jadi molor. Nyampe Gilimanuk sekitar pk 12.30 setelah nyebrang naik fery satu jam lebih. Ada satu kedongkolan ketika beli tiket fery tadi. Untuk motor harga yang tertulis di tiket adalah Rp19.000, namun ketika petugasnya ane sodori uang dua puluh ribuan, kembaliannya tidak dikasih. Sebenarnya uang seribu perak apalah artinya, namun ketika dikalikan dengan ratusan bahkan ribuan kendaraan roda dua yang nyebrang dalam satu hari bisa dibayangkan berapa ‘ceperan’ petugas tadi. Itulah mental para pejabat korup yang tidak pantas ditiru! Sieh…kok jadi esmosi gini ya …..angry

            Nyampe Gilimanuk ane langsung menuju masjid Al-Mubarok, satu-satunya masjid di situ buat ‘absensi’ dan istirahat sejenak. Dari situ ane langsung ke tempat wisata terdekat, yaitu Karang Sewu. Jarang orang tau tempat wisata ini walau lokasinya dekat dengan jalan raya, hanya sekitar 0.5 km masuk belok kiri di pertigaan setelah lewat masjid Al-Mubarok. Anepun juga baru tahu dari internet. Ternyata tempatnya asyik juga gan thumbs up. Walau ga seberapa luas, namun pemandangannya betul-betul membuat adem ati. Berlokasi di belakang PLTG Gilimanuk dan menghadap teluk Gilimanuk, terhampar pepohonan bakau yang rimbun dan air laut yang biru. Siang itu begitu terik, sehingga cuma ada beberapa pengunjung saja. Beberapa warung penjaja makanan juga tampak berdiri disitu. Pemandangan yang paling bagus adalah pagi hari di tempat ini ketika sunrise tiba. Itu info yang ane peroleh dari internet.

Karang Sewu : Berlokasi di belakang PLTG Gilimanuk

Si Ipat sedang asyik jeprat-jepret


Setelah puas jeprat-jepret di Karang Sewu, ane sama Ipat bertolak ke Denpasar. Jarak yang cukup jauh dari Gilimanuk (sekitar 120 km) membuat ane agak ngebut naik motor. Untungnya, walau si motor bukan barang baru namun kalo dibuat ngebut masih cukup pengertian (emangnya manusia, bisa pengertian big grin ). Motor ane keluaran 2010 gan, dah empat tahun. Ane rutin 4000 km sekali tune up. Untuk urusan ngebut sebenarnya sih gak ngebut-ngebut amat paling ya cuma 80-90 km/jam. Cuman kalo pas jalanan sepi ya kadang ga sadar nyampe diatas 100 km/jam. Itung-itung, sambil ngetes kondisi motor ane kuat berapa ketika gas pol. Dengan kecepatan segitu pun, ane pun masih sering disalip (didahului) sama pengendara-pengendara lain. Ane sebisa mungkin tahan diri balapan gan, ane pernah jatuh dari motor beberapa waktu yang lalu. Dulu pun pernah kejadian beberapa kali ketika disalip, darah muda ane bangkit. Ane kejar itu motor sampe kena. Jadinya balapan lah di jalanan. Ketika ada mobil di depan, ane salip dari kanan, dia salip dari sebelah kiri. Walaupun akhirnya ane menang, ane nyesel gan. Setelah nyampe rumah ane baru sadar, kalo ban motor ane itu bocor. Ga bisa dibayangkan kalo kecelakaan di jalan gan….astaghfirullah. Namun lain lagi kalo yang nyalip itu pengendara cewek, pasti ane kejar sampe cewek itu bertekuk lutut laughing. Ane paling penasaran ketika ane melaju agak kencang tiba-tiba disalip sama cewek. Pasti cewek ini punya nyali seorang pembalap (bukan pemudi berbadan gelap lho  big grin ). Dan ini juga terjadi saat ini.

Dari kota Negara, seorang pengendara cewek melaju cukup kencang ke arah Denpasar, mengikuti irama jalanan saat itu. Kadang ia nyalip, lalu ane ganti yang nyalip. Begitu terus hingga suatu saat ada kesempatan ane gas pol motor ane hingga berjarak cukup jauh. Sampe beberapa saat motor cewek itu ga kelihatan lagi di spion. Anepun agak nurunin kecepatan motor ane karena ane pingin menikmati suasana perjalanan. Berwisata sebenarnya tidak hanya ketika berada di tujuan, namun sepanjang jalan yang kita lewati itu juga termasuk obyek wisata.

        Tiba-tiba di tengah kelengahan ane (maksudnya ane agak pelan macu motornya) disaliplah ane oleh si cewek tadi. Wuzzz….. kaget juga ane karena jaraknya tadi cukup jauh tiba-tiba dia dah nyalip lagi. Namun ane tidak berhasrat lagi untuk ngejar. Ane hanya berusaha sedekat mungkin melaju di belakang motornya. Terus ane buntuti itu cewek gan. Hingga suatu saat dia pun merasa dibuntuti. Dia sepertinya merasa tidak enak gan. Dia beberapa kali pelanin motor supaya ane nyalip, namun ane tetep menjaga kecepatan motor supaya tetap berada di belakangnya. Biarin aja dah biar dia tambah penasaran laughing. Ketika dia melaju dengan gas pol, anepun juga gas penuh tetep dibelakangnya. Drama pun berakhir ketika nyampe batas kabupaten Jembrana dengan Tabanan, tepatnya di rest area dekat patung Makepung. Ane berbelok ke kanan ingin beristirahat sejenak menikmati indahnya pantai di situ. Daaa….cewek   wave.


Rest area di perbatasan antara Kabupaten Jembrana dan Tabanan

Istirahat sekitar 30 menit, lalu ane sama Ipat melanjutkan perjalanan. Tujuan pertama kami nanti adalah Tanah Lot. Ane baru sekali ke tempat ini, enam tahun yang lalu saat backpackeran juga. Ketika itu ane tidak terpikir indahnya sunset Tanah Lot. Oleh karenanya kali ini ane terobsesi bisa melihat sunset di Tanah Lot. Jarak sekitar 50 km dari Makepung ke Tanah Lot menghabiskan waktu 1 jam lebih karena memasuki kota Tabanan arus lalu lintas cukup rame. Sampai di Tanah Lot pk 16.45 yang berarti sebentar lagi matahari terbenam. Buru-buru kami parkir motor setelah membayar Rp22.000 untuk tiket masuk dua orang dan parkir. Jalan kami percepat supaya segera sampai di tepi pantai dengan melewati jajaran artshop dengan pengunjung yang cukup rame sore itu. Ane sempat melirik ke salah satu kedai minum yang menjual es kelapa muda. Di situ terpampang jelas tulisan : Kelapa muda kecil Rp13.000, Kelapa muda besar Rp 15.000. Ane sempat gurau sama si Ipat. “Pat, enaknya kita alih profesi jualan es kelapa muda aja di sini. Ambil dari petani cuma Rp2.000, dijual segitu pasti cepat naik haji  laughing ”. Ipat pun cuma cengengesan. Si Ipat adalah seorang tukang sablon kawakan.

Tiba di pantai yang cukup rame waktu itu, ane langsung foto-foto bentar sama si Ipat bergantian. Berikutnya langsung fokus ke hadirnya ‘matadewa’. Sayang seribu sayang, cantiknya matadewa terhalang oleh awan. Oh Mai God…. Namun, walaupun kurang cantik sore itu, kilauan flash kamera ribuan kali dibidikkan oleh para pemburu sunset. Banyak sekali pengunjung berfoto selfie bak model dengan background sunset. Ane pun ikut-ikutan jeprat-jepret bak fotografer profesional.


Sunset di Tanah Lot yang terhalang awan sore itu

Pura Tanah Lot sebelah barat

Ipat dalam siluet

Dari pura sebelah timur kami pun berjalan ke pura sebelah barat (pura di Tanah Lot ada dua gan, sebelah barat dan satunya timur) melewati bebukitan yang sudah disulap menjadi taman. Nah ketika ane sama Ipat foto-foto di pura sebelah barat tepatnya di atas bagian yang berongga, ane merasa tanah pijakan ane ikut bergetar ketika ombak datang. Ombaknya memang gede gan. Rasanya miris surprise . Anepun bergegas menepi dari situ. Sementara di luar area pura terlihat kesibukan para pedagang suvenir sedang mengemasi barang-barang dagangannya karena hari sudah mulai gelap, pertanda saatnya mereka tutup. Ane sama Ipat bergegas ke tempat parkir berjarak sekitar 300 m dari tepi pantai. Anepun segera cabut dari situ menuju Kuta.

Badan sudah mulai letih dan lapar. Dalam perjalanan menuju Kuta, di sekitar Krobokan, kami sempat melintas di depan Warung Banyuwangi. Wah, ini yang jual pasti orang sekabupaten sama ane. Menunya pun aneka lalapan khas Banyuwangi dengan sambal tomat yang terkenal aduhai rasanya (ane tidak bermaksud membanggakan kuliner daerah ane gan, tapi sambalnya memang maknyus kok). Ane pesan nasi lalapan sama ikan lele, sedang  si Ipat sama ikan laut. Minumnya es teh. Berdua habis Rp 38.000. Di situ kami sempat ngobrol-ngobrol sebentar sama yang jual karena sama-sama sedaerah asal, biasalah namanya ketemu di tempat rantau. Di tengah-tengah obrolah kami, ane nyoba hubungi penginepan yang ane dapetin infonya dari Ka*kus on the phone. Untuk malam ini ane pilih di daerah Nusa Dua karena besok pagi ane mau jelajah tempat-tempat wisata di kawasan Nusa Dua. Ane pingin ke Pandawa Beach, Uluwatu, dan Dreamland. Ke GWK sebenarnya juga dekat. Namun karena pertimbangan waktu, ditambah dulu juga sudah pernah ke situ (walaupun cuma liat-liat dari depan pintu gerbang hehehe---rombongan ane waktu itu ga jadi masuk), GWK ga masuk agenda kami backpackeran kali ini, biarin cukup liat-liat dari internet  saja lah big grin.

Alhamdulillah, ternyata masih ada kamar kosong di penginepan yang ane hubungi tadi. Anepun bergerak menuju Nusa Dua dengan terlebih dahulu mampir Kuta untuk sekedar merasakan suasana malam hari di sana. Perut kenyang, semangatpun bangkit kembali. Setelah perjalanan berliku-liku melewati padatnya lalu lintas Krobokan, Seminyak, dan kawasan Legian, sampailah kami di Kuta. Memasuki jalan raya Legian, Kuta, suasana terdengar hingar bingar oleh dentuman musik-musik keras, yang mana sebagian musik-musik keras tadi merupakan musik live. Para bulepun bersliweran di tengah padatnya arus lalu lintas yang searah. Sayang Alhamdulillah, ga ada yang pake b***** --- maaf, ane sensor gan....Astaghfirullah...--- seperti yang ditulis di blog-blog tetangga hehehe. Mungkin masih terlalu sore. Juga ga ada yang teler-teler di jalan. Ane pun sebenarnya sudah siap nolongin jika saja ada bule cewek yang teler lalu jatuh di jalan huahua laughing …

Laju kendaraan memang cukup pelan di Jalan Legian. Padatnya lalu lintas memaksa setiap pengendara ekstra hati-hati. Kami pun akhirnya sampai pada Monumen Bom Bali I, namun ane tidak tertarik berhenti disitu untuk sekedar foto-foto. Ane terus saja berlalu dan sambil berlagak sok tahu (hehehe) tunjukin tempat-tempat ke Ipat yang sama sekali belum pernah ke Kuta. Sekitar 300 m dari monumen ane belok kanan ke Poppies Lane I sekedar pengen liat hotel/penginapan bertarif murah meriah di sana seperti yang diinfokan oleh banyak blog dan media. Ya memang di sini surganya bule-bule dengan anggaran minim. Mereka tampak sekali menikmati kebebasan hidup, seolah berada di negaranya sendiri.

Dari Poppies Lane I  ane menuju Poppies Lane II. Jarak keduanya cukup dekat, sekitar 300 m saja. Di sini lah letak Losmen Arthawan yang terkenal paling murah itu. Letaknya di sebelah kanan gang bila ke arah Jalan Legian. Di losmen ini pula ane berencana nginep di malam kedua. Semoga esok masih tersisa kamar kosong buat kami.

Ini gan, penampakan Losmen Arthawan yang terkenal itu...
http://mblusuk.com

Setelah meninggalkan Poppies Lane di kawasan Kuta, kami langsung meluncur ke Nusa Dua, tempat ane pesan kamar tadi. Nampaknya perjalanan kami ke Nusa Dua tidak begitu mulus. Keluar dari kawasan Kuta, kami terus melaju mengikuti penunjuk jalan menuju Nusa Dua. Kami sempat tersesat ketika salah ambil arah jalan. Ternyata kami malah melaju ke arah Denpasar kota. Ane pun langsung mengaktifkan GPS gadget ane untuk melihat posisi tersesat kami. Alhamdulillah, setelah beberapa saat berjalan akhirnya kami berhasil mendapatkan penunjuk jalan ke Nusa Dua kembali.  

Sampai  di Nusa Dua, walau sempat kebablasan, akhirnya penginepan pun bisa kami dapatkan setelah kembali ngontak si juragan. Berhenti  di sebelah Alfamart depan JCO jalan Raya Bypass Ngurah Rai, kami dijemput seorang gadis hitam manis menuju penginepan. Ternyata ini adalah adik juragan yang ane SMS an tadi. Dan lucunya, ternyata kakaknya yang ane hubungi tadi berada di Solo, Jawa Tengah, kuliah di sana. Sementara dia tinggal sama kedua ortunya menempati rumah dengan jumlah kamar yang cukup banyak di kawasan perumahan setempat. Total ada empat kamar kosong yang disewakan dengan biaya sewa Rp65rb per malam. Dan malam itu setelah bersih-bersih di kamar mandi, kami pun langsung terlelap menjemput mimpi. sleepy….

bersambung ke Bag.(2)